BOLEH SHOLAT MENGHADAP KUBURAN?
(Kritikan terhadap al-Ustadz Abdussomad -hafizohullah- tentang pemahaman beliau terhadap hadits “Janganlah sholat mengarah ke kuburan”)
Tentu saling mengingatkan demi kebaikan adalah kebiasaan para ulama, nasihat dan masukan jika tujuannya baik dengan uslub yang baik tentu lebih bermanfaat. Sebelumnya saya pernah mengkritik beliau di link berikut (“Imam Syafi’i menyatakan pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayat?“)
Permasalahan pengagungan terhadap kuburan mendapat perhatian khusus oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, karena pengagungan terhadap kuburan yang berlebihan bisa mengantarkan kepada kesyirikan. Karenanya semua perkara yang mengantarkan terhadap pengagungan terhadap kuburan dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Karenanya :
– Nabi melarang menulis di kuburan serta melarang menyemen kuburan
– Nabi melarang memasang lampu di kuburan
– Nabi melarang meninggikan kuburan
– Nabi melarang sholat ke arah kuburan
– Bahkan Nabi pernah melarang menziarahi kuburan karena kawatir akan kesyirikan, namun setelah itu Nabi menganjurkan karena ada maslahat yang besar, yaitu untuk mengingat kematian.
Al-Muhallab berkata :
ومعنى النهى عن زيارة القبور، إنما كان فى أول الإسلام عند قربهم بعبادة الأوثان، واتخاذ القبور مساجد، والله أعلم، فلما استحكم الإسلام، وقوى فى قلوب الناس، وأمنت عبادة القبور والصلاة إليها، نسخ النهى عن زيارتها، لأنها تذكر الآخرة وتزهد فى الدنيا
“Dan makna dari larangan menziarahi kuburan yaitu hanyalah dilarang tatkala di permulaan Islam, tatkala mereka baru saja (*terlepas) dari menyembah berhala dan menjadikan kuburan sebagai masjid –wallahu A’lam-. Maka tatkala Islam sudah kokoh dan kuat di hati-hati manusia dan aman dari (*timbulnya) peribadatan kuburan dan sholat ke arah kuburan maka dinaskh (*dihapuslah) larangan menziarahi kuburan, karena dengan berziarah kuburan akan mengingatkan akhirat dan menjadikan zuhud dalam dunia” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Battool dalam Syarh shahih Al-Bukhari, tahqiq Abu Tamiim Yasir bin Ibrahim, Maktabah Ar-Rusyd 3/271)
Al-Munaawi berkata ;
(كنت نهيتكم عن زيارة القبور) لحدثان عهدكم بالكفر وأما الآن حيث انمحت آثار الجاهلية واستحكم الإسلام وصرتم أهل يقين وتقوى (فزوروا القبور) أي بشرط أن لا يقترن بذلك تمسح بالقبر أو تقبيل أو سجود عليه أو نحو ذلك فإنه كما قال السبكي بدعة منكرة إنما يفعلها الجهال
“(sabda Nabi) “Aku pernah melarang kalian dari ziaroh kuburan” karena kalian baru saja meninggalkan kekufuran. Adapun sekarang tatkala telah hilang sisa-sisa jahiliyah dan telah kokoh Islam dan jadilah kalian orang-orang yang yakin dan takwa ((Maka ziarahilah kuburan)) yaitu dengan syarat tidak disertai dengan mengusap kuburan atau mencium kuburan atau sujud di atasnya atau yang semisalnya, karena hal itu -sebagaimana perkataan As-Subkiy- adalah bid’ah yang mungkar, hanyalah orang-orang jahil (bodoh) yang melakukannya” (Faidhul Qodiir 5/55, lihat juga At-Taisiir bi syarh Al-Jaami’ As-Shoghiir 2/439)
Diantara larangan-larangan Nabi adalah sholat ke arah kuburan. Dari Abu Martsad Al-Gonawi ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لَا تُصَلُّوا إِلَى الْقُبُورِ
“Janganlah kalian sholat mengarah ke kuburan” (HR Muslim No. 972)
Larangan tersebut tidak lain adalah bentuk pencegahan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar kita tidak sholat mengarah ke kuburan agar jangan sampai akhirnya kuburan diagungkan dan akhirnya disembah !!. Jadi larangan tersebut berkaitan dengan orang yang sholat menyembah Allah akan tetapi pelaksanaan sholatnya menghadap ke kuburan.
Maka dari sini jelas bahwa pelarangan tersebut berkaitan dengan pelarangan “sarana” bukan pelarangan tujuan yang dikawatirkan. Karena kalau maksud dari larangan tersebut adalah larangan menyembah kuburan tentu para sahabat sudah memahaminya bahwa hal tersebut merupakan kesyirikan dan kekufuran, dan tidak perlu Nabi mengingatkan secara khusus, karena para sahabat semuanya mengerti bahwa menyembah kepada selain Allah adalah kesyirikan. Tapi yang ingin diingatkan oleh Nabi adalah mencegah sarana yang bisa mengantarkan kepada tujuan kesyirikan.
Namun al-Ustadz memahami makna hadits ini adalah “Larangan menyembah penghuni kubur”, sehingga sholat menghadap kuburan itu boleh selama yang disembah adalah Allah dan bukan penghuni kuburan.
Berikut transkrip pertanyaan yang ditujukan kepada sang ustadz beserta jawaban sang ustadz.
[Pertanyan] : Saya ingin bertanya tentang sholat, sekarang nampaknya sudah ada pendapat tumpang tindih ada yang tidak mau sholat di masjid yang di sebelahnya ada kuburan, apakah memang ada dalilnya atau bagaimana pak ustadz?, mohon penjelasan agar pendapat ini tidak menjadi buah pikiran bagi kami.
(Jawaban sang ustadz diantaranya) : “Kalau orang tidak mau sholat karena di dekat masjid tidak mau ada kubur, berarti selama di masjid nabawi dia tak sholat di masjid nabawi karena di dekat masjid nabawi ada kubur. Kalau dia berdalih di dalam masjid nabawi kan kubur nabi Muhammad, Yang nabi kan Muhammad nabi tak papa yang di samping ada makam abu bakar ada makam umar.
Lalu Apa makna tak boleh sujud ke kubur ? Laa tasjuduu janganlah kamu sujud ke kubur, sujud dia menyembah kubur.
Hadits ini bercerita tentang apa ?, hadits ini menyindir orang bani Israil yang menyembah makam pendeta2 mereka. Sekarang yang ada di vatikan di roma yang mereka sembah itu makam namanya santo Thomas, santo artinya orang suci orang suci tidak berdosa dibangunlah makamnya sujudnya kesitu. Saya mau menengok mana orang Kampar kiri hilir yang menyembah kubur, tak ada….”
Al-Ustadz juga berkata, “Dan kita tidak ada satupun kalau dia (kuburan-pent) buat samping ada dinding kiri kanan maka tak satupun sujud ke kubur karena meminta ke kubur.
Kalau nanti dia berdalil setiap tanah ada kubur maka tidak boleh sholat di tempat itu, orang yang mengatakan demikian itu dia tidak akan sholat di masjid manapun, kenapa?
Karena setiap tanah kalau diurut pasti ada kubur. Oke sebelah sini tak ada kubur kalau terus ke depan sana?. Bumi bulat apakah jamin tak ada kubur? Tetap jamin ada kubur, satu meter ke depan ada kubur, oleh karena itu makna hadits dipahami tak boleh sujud ke kubur karena meminta kepada yang di kubur dan kronolginya menyindir bani isroil yang menyembah makam nabi dan orang sholeh diantara mereka”
Komentar :
Pertama : Pendapat al-Ustadz ini menyelisihi pemahaman para ulama tentang hadits ini -terutama para ulama syafi’iyyah-.
Perhatikan pernyataan al-Imam An-Nawawi rahimahullah :
وَاتَّفَقَتْ نُصُوصُ الشَّافِعِيِّ وَالْأَصْحَابِ عَلَى كَرَاهَةِ بِنَاءِ مَسْجِدٍ عَلَى الْقَبْرِ سَوَاءٌ كَانَ الْمَيِّتُ مَشْهُورًا بِالصَّلَاحِ أَوْ غَيْرِهِ لِعُمُومِ الْأَحَادِيثِ قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ وَتُكْرَهُ الصَّلَاةُ إلَى الْقُبُورِ سَوَاءٌ كَانَ الْمَيِّتُ صَالِحًا أَوْ غَيْرَهُ قَالَ الْحَافِظُ أَبُو مُوسَى قَالَ الْإِمَامُ أَبُو الْحَسَنِ الزعفراني رحمه الله ولا يصلي إلي قبر وَلَا عِنْدَهُ تَبَرُّكًا بِهِ وَإِعْظَامًا لَهُ لِلْأَحَادِيثِ والله أعلم
“Dan telah sepakat pernyataan al-Imam Asy-Syafi’i dan para ulama syafi’iyyah akan dibencinya membangun masjid di atas kuburan. Sama saja apakah mayatnya terkenal akan kesholihannya atau tidak, karena keumuman hadits-hadits. Al-Imam Asy-Syafi’i dan para ulama besar syafi’iyah berkata ; “Dan makruh sholat mengarah ke kuburan, sama saja apakah mayatnya sholih atau tidak”. Berkata al-Hafiz Abu Musa : “Berkata Al-Imam Abul Hasan Az-Za’farooni rahimahullah : “Tidak boleh sholat mengarah ke kuburan, dan tidak boleh sholat di sisi kuburan dalam rangka mencari berkah dan mengagungkannya karena hadits-hadits” (Al-Majmuu’ 5/316-317)
Ibnu Hajar berkata :
قَوْلُهُ وَمَا يُكْرَهُ مِنَ الصَّلَاةِ فِي الْقُبُورِ يَتَنَاوَلُ مَا إِذَا وَقَعَتِ الصَّلَاةُ عَلَى الْقَبْرِ أَوْ إِلَى الْقَبْرِ أَوْ بَيْنَ الْقَبْرَيْنِ وَفِي ذَلِكَ حَدِيثٌ رَوَاهُ مُسْلِمٌ مِنْ طَرِيقِ أَبِي مِرْثَدٍ الْغَنَوِيِّ مَرْفُوعًا لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلَا تُصَلُّوا إِلَيْهَا أَوْ عَلَيْهَا
“Perkataan Imam Al-Bukhari ((Dan dibencinya sholat di kuburan)), maka mencakup jika sholat dilakukan (*1) di atas kubur atau (*2) ke arah kubur atau (*3) di antara dua kubur. Dan tentang hal ini ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari jalan Abi Martsad Al-Ghonawi secara marfuu’ “Janganlah kalian duduk di atas kuburan, dan janganlah kalian sholat ke (arah) kuburan atau di atas kuburan“” (Fathul Baari 1/524).
Kedua : Karenanya para ulama syafi’iyyah berbeda pendapat tentang hukum sholat ke arah kuburan apakah hukumnya makruh atau haram. Dan al-Imam An-Nawawi rahimahullah lebih condong kepada pendapat haramnya sholat ke arah kuburan. Beliau berkata :
وَيُكْرَهُ أَنْ يُصَلِّيَ إلَى الْقَبْرِ هَكَذَا قَالُوا يُكْرَهُ وَلَوْ قِيلَ يَحْرُمُ لِحَدِيثِ أَبِي مَرْثَدٍ وَغَيْرِهِ مِمَّا سَبَقَ لَمْ يَبْعُدْ
“Dan makruh sholat ke arah kuburan” -demikianlah perkataan mereka (para ulama syafi’iyyah)-, kalau seandainya dikatakan “Dan haram” karena hadits Abu Martsad dan hadits yang lainnya maka tidak jauh pendapat ini (dari kebenaran)” (Al-Majmuu’ 3/158)
Jika makna hadits Abu Mirtsad “Jangan sholat ke arah kuburan” adalah “Janganlah sholat menyembah penghuni kubur” maka tentu tidak ada khilaf di kalangan para ulama akan haramnya, bahkan tidak ada khilaf bahwasanya ini adalah kekufuran dan kesyirikan !.
Ketiga : Sebagian ulama syafi’iyah semakin mempertegas larangan sholat menghadap kuburan jika kuburan tersebut adalah kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Zakariya Al-Anshoori berkata “
(وَ) يُكْرَهُ (اسْتِقْبَالُ الْقَبْرِ فِيهَا) أَيْ فِي الصَّلَاةِ لِخَبَرِ مُسْلِمٍ «لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلَا تُصَلُّوا إلَيْهَا» وَيُسْتَثْنَى قَبْرُهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – فَيَحْرُمُ اسْتِقْبَالُهُ فِيهَا
“Dan dibenci sholat menghadap kuburan karena hadits dalam shahih Muslim “Janganlah kalian duduk di atas kuburan dan janganlah kalian sholat menghadap kuburan”. Dan dikecualikan kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maka haram (bukan sekedar makruh-=pent) sholat menghadap kuburannya” (Asna al-Mathoolib 1/174)
Keempat : Sebagian ulama syafi’iyah dengan tegas menyatakan bahwa sholat ke arah kuburan -terutama kuburan para nabi- dilarang karena bisa mengantarkan kepada kesyirikan.
Ibnu Hajar al-Haitami tatkala menjelaskan tentang haramnya sholat menghadap kuburan para nabi beliau berkata :
لِأَنَّهُ يُؤَدِّي إلَى الشِّرْكِ
“Karena hal itu mengantarkan kepada kesyirikan” (Tuhfatul Muhtaaj 2/168)
An-Nawawi berkata :
قَوْلُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (لَا تَجْلِسُوا عَلَى الْقُبُورِ وَلَا تُصَلُّوا إِليْهَا) فيه تصريح بالنهى عن الصلاة إلى القبر قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ وَأَكْرَهُ أَنْ يُعَظَّمَ مَخْلُوقٌ حَتَّى يُجْعَلَ قَبْرُهُ مَسْجِدًا مَخَافَةَ الْفِتْنَةِ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ بَعْدَهُ مِنَ النَّاسِ
“Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (….dan janganlah kalian sholat ke arah kuburan) di sini ada penegasan tentang larangan sholat menghadap kuburan. Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata : Dan aku benci makhluk diagungkan hingga kuburannya dijadikan mesjid, kawatir fitnah atas nya dan atas orang-orang yang setelahnya” (Al-Minhaaj Syarah Shahih Muslim 7/38)
Kelima : Sebagian ulama syafi’iyyah menjadikan sholat ke arah kuburan termasuk dosa besar. Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata :
الْكَبِيرَةُ الثَّالِثَةُ وَالرَّابِعَةُ وَالْخَامِسَةُ وَالسَّادِسَةُ وَالسَّابِعَةُ وَالثَّامِنَةُ وَالتِّسْعُونَ: اتِّخَاذُ الْقُبُورِ مَسَاجِدَ، وَإِيقَادُ السُّرُجِ عَلَيْهَا، وَاِتِّخَاذُهَا أَوْثَانًا، وَالطَّوَافُ بِهَا، وَاسْتِلَامُهَا، وَالصَّلَاةُ إلَيْهَا
“Dosa besar yang ke 93, 94, 95, 96, 97, dan 98 adalah menjadikan kuburan sebagai masjid, menyalakan api (penerangan) di atas kuburan, menjadikan kuburan sebagai berhala, thowaf di kuburan, mengusap kuburan (*dengan maksud ibadah-pen), dan sholat ke arah kuburan” (Az-Zawaajir ‘an iqtiroof Al-Kabaair juz 1 hal 154)
Perhatikanlah, al-Imam Adz-Dzahabi membedakan 2 dosa, antara dosa sholat ke arah kuburan, dan dosa menyembah kuburan (dengan menjadikannya sebagai berhala). Oleh karenanya ini semakin mempertegas bahwa makna hadits Nabi “Janganlah sholat ke arah kuburan” bukanlah sebagaimana yang dipahami oleh al-Ustadz Abdussomad -hafizohullah- yaitu “Janganlah kalian menyembah kuburan” !
Ibnu Hajar al-Haitami tatkala mensyarah perkataan al-Imam Adz-Dzahabi di atas beliau berkata :
وَاِتِّخَاذُ الْقَبْرِ مَسْجِدًا مَعْنَاهُ الصَّلَاةُ عَلَيْهِ أَوْ إلَيْهِ
“Dan (larangan Nabi -pent) menjadikan kuburan sebagai masjid maknanya adalah sholat di atasnya atau sholat ke arah kuburan”
Beliau juga berkata :
نَعَمْ قَالَ بَعْضُ الْحَنَابِلَةِ: قَصْدُ الرَّجُلِ الصَّلَاةَ عِنْدَ الْقَبْرِ مُتَبَرِّكًا بِهَا عَيْنُ الْمُحَادَّةِ لِلَّهِ وَرَسُولِهِ، وَإِبْدَاعُ دِينٍ لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ لِلنَّهْيِ عَنْهَا ثُمَّ إجْمَاعًا، فَإِنَّ أَعْظَمَ الْمُحَرَّمَاتِ وَأَسْبَابِ الشِّرْكِ الصَّلَاةُ عِنْدَهَا وَاِتِّخَاذُهَا مَسَاجِدَ أَوْ بِنَاؤُهَا عَلَيْهَا. وَالْقَوْلُ بِالْكَرَاهَةِ مَحْمُولٌ عَلَى غَيْرِ ذَلِكَ إذْ لَا يُظَنُّ بِالْعُلَمَاءِ تَجْوِيزُ فِعْلٍ تَوَاتَرَ عَنْ النَّبِيِّ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لَعْنُ فَاعِلِهِ، وَتَجِبُ الْمُبَادَرَةُ لِهَدْمِهَا وَهَدْمِ الْقِبَابِ الَّتِي عَلَى الْقُبُورِ إذْ هِيَ أَضَرُّ مِنْ مَسْجِدِ الضِّرَارِ لِأَنَّهَا أُسِّسَتْ عَلَى مَعْصِيَةِ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لِأَنَّهُ نَهَى عَنْ ذَلِكَ وَأَمَرَ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بِهَدْمِ الْقُبُورِ الْمُشْرِفَةِ، وَتَجِبُ إزَالَةُ كُلِّ قِنْدِيلٍ أَوْ سِرَاجٍ عَلَى قَبْرٍ وَلَا يَصِحُّ وَقْفُهُ وَنَذْرُهُ
Benar, bahwasanya sebagian ulama madzhab hambali menyatakan : Seseorang yang mengerjakan sholat di kuburan dalam rangka mencari keberkahan merupakan bentuk penentangan terhadap Allah dan RasulNya, dan merupakan bid’ah dalam agama yang tidak diizinkan oleh Allah karena ada larangan akan hal ini, kemudian adanya ijmak (*para ulama yang melarang hal ini), karena sesungguhnya keharaman yang sangat besar dan sebab yang sangat besar menuju kesyirikan adalah sholat di kuburan dan menjadikan kuburan sebagai masjid dan membangun masjid di atas.
Dan pendapat yang menyatakan makruh di bawakan kepada selain hal itu, karena tidaklah dipersangkakan kepada para ulama untuk membolehkan suatu perbuatan yang telah mutawatir (*sangat masyhur) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya pelakunya terlaknat. Dan wajib bersegera untuk menghancurkan bangunan di atas kuburan dan menghancurkan kubah-kubah yang berada di atas kuburan karena kubah-kubah itu lebih berbahaya daripada masjid dhiroor, karena kubah-kubah tersebut di bangun di atas kemaksiatan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Nabi melarang hal itu dan memerintahkan untuk menghancurkan kuburan-kuburan yang tinggi. Dan wajib untuk meniadakan seluruh lampu dan penerangan di atas kuburan, dan tidak sah wakaf dan nadzar untuk menyalakan lampu dikuburan” (Az-Zawaajir ‘an iqtiroof al-Kabaair juz 1 hal 155)
Keenam : Kalau kita baca seluruh pembahasan ulama -dari madzhab manapun- tatkala menjelaskan hadits ini (janganlah kalian sholat ke arah kuburan) maka mereka semuanya sedang membahas hukum orang yang sholat menyembah Allah akan tetapi sholatnya ke arah kuburan. Sama sekali tidak ada yang membahas tentang sholatnya orang yang menyembah penghuni kubur, karena hal ini tentu sudah jelas kekufuran.
Mataram, Lombok 24 syawwal 1438/18 juli 2107
Firanda Andirja
www.firanda.com